• memaknai sesuatu yang ambigu sama ambigunya dengan membuat sebuah makna ambigu.

    Perenang Cilik yang Hebat


    Bunga-bunga di sini seperti dalam lukisan, pikir bocah lelaki itu sambil tertawa ketika dia berlarian melintasi lapangan rumput. Dia berharap orang tuanya datang bersamanya. Tetapi orang tuanya sedang sibuk memasang tenda.

    "Jangan berkeliaran terlalu jauh," kata ibunya kepadanya.
    Dia berpura-pura tidak mendengar ketika dia melompat memasuki hutan.

    Sekarang, ketika melintasi lapangan indah itu, anak lelaki itu tiba di tumpukan bebatuan ladang. Dia membayangkan batu itu dulunya pasti menjadi fondasi sebuah rumah tua. Dia tidak akan mendekatinya. Dia tahu yang lebih baik. Lagi pula, matanya lebih tertarik pada hal lain---sekuntum bunga lady's slipper yang cantik. Itu bunga terlangka dan tercantik di New Hampshire. Dia hanya pernah melihatnya dalam buku.

    Dengan gembira, anak lelaki itu mendekati bunga tersebut. Dia berlutut. Tanah di bawahnya terasa gembur dan berongga. Dia tahu, bunganya itu telah menemukan tempat yang sangat subur untuk tumbuh. Bunganya tumbuh di atas kayu yang membusuk.

    Karena terlalu gembira dengan impian akan membawa pulang hadiahnya itu, anak lelaki tersebut meraihnya...jemarinya terulur ke arah tangkai bunga itu.

    Tetapi dia tidak pernah berhasil meraihnya.
    Dengan suara berdetak keras, tanah yang dipijaknya amblas.

    Dalam tiga detik yang membuatnya pusing, anak lelaki itu tahu dia akan mati. Sambil berguling-guling ke bawah, dia berusaha berpegangan pada sesuatu supaya tidak mengalami patah tulang ketika terhempas. Ketika dia tiba di bawah, dia sama sekali tidak merasa sakit. Hanya ada kelembutan.

    Dan dingin.

    Dia jatuh dengan wajah menimpa cairan, lalu terbenam dalam kegelapan yang sempit. Sambil berputar, jungkir balik karena kehilangan arah, anak lelaki itu meraih dinding curam yang mengurungnya. Entah bagaimana, seperti didorong insting untuk bertahan hidup, dia berusaha keluar ke permukaan.

    Cahaya.
    Samar-samar. Di atasnya. Seperti bermil-mil jauhnya.

    Lengannya menggapai-gapai dalam air untuk mencari lubang di dinding atau apapun yang bisa digunakan untuk berpegangan. Namun dia hanya dapat meraih batu halus. Dia sadar dirinya telah terjatuh ke dalam sumur tua yang sudah ditinggalkan. Bocah itu berteriak minta tolong, tetapi teriakannya menggaung dalam terowongan sempit itu. Dia berteriak lagi dan lagi. Di atasnya, lubang kecil itu tampak samar-samar.

    Malam tiba.

    Waktu seperti berubah bentuk di dalam kegelapan. Rasa kaku mulai terasa ketika dia terus menggerak-gerakkan kakinya dalam air yang dalam agar bisa tetap mengambang. Memanggil. Menjerit. Anak kecil itu tersiksa oleh bayangan dinding yang dia rasakan akan runtuh dan menguburnya hidup-hidup. Kedua lengannya sudah sakit karena letih. Beberapa kali dia merasa seperti mendengar suara. Dia berteriak, tetapi suaranya tidak lagi terdengar... semuanya terasa seperti dalam mimpi.

    Ketika tengah malam tiba, sumur itu terasa semakin dalam. Dindingnya seperti mengerut menelan dirinya. Anak lelaki itu memaksakan diri untuk keluar, mendorong tubuhnya ke atas. Karena letih, dia ingin menyerah. Tapi dia merasa air mengangkatnya ke atas, menentramkan rasa takutnya hingga dia tidak merasakan apapun lagi.

    Ketika regu penyelamat datang, mereka menemukan bocah lelaki itu dalam keadaan setengah sadar. Dia telah menggerak-gerakkan kakinya di air supaya tidak tenggelam selama lima jam. Dua hari setelah itu, harian Boston Globe mencetak kisah itu di halaman depan dengan judul: "Perenang Cilik yang Hebat."

    Disadur dari buku "Angel & Demon" karya Dan Brown

    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    About Me

    Foto saya
    just a human :D sometimes i'm invisible...haha

    Follower